Laman

Selasa, 11 Januari 2011

ANALISA NASIONALISME PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA PEKERJA WISATA DI CIPANAS CIANJUR JAWA BARAT

A.    Latar Belakang Masalah
Sebuah bangsa mungkin memiliki keragaman sebagai berikut: keturunan yang umum, wilayah, kesatuan politik, adat dan tradisi, agama, atau bahasa.Beberapa negara, seperti Swiss, bagaimanapun, tidak memiliki bahasa sendiri; lainnya, seperti Norwegia, tidak memiliki bahasa sendiri sampai mereka memperoleh kebangsaannya. Ide kebangsaan dan etnosentrisme telah terkait dengan perbedaan bahasa sejak zaman kuno.
Keanekaragaman di atas tentunya akan melahirkan latar bahasa yang berbeda. Dalam hal ini Indonesia sebagai negara kesatuan yang memiliki latar budaya berbeda di setiap daerahnya pasti memiliki bahasa-bahasa yang berbeda pula. Untuk mencapai tujuan hidupnya masyarakat pasti melakukan komunikasi. Komunikasi akan terwujud apabila dilakukan dengan menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh penggunanya atau pelaku komunikasi tersebut. Lantas, apa yang akan terjadi jika masyarakat dari suatu daerah berkomunikasi dengan masyarakat yang memiliki latar daerah berbeda? Tentunya akan sulit terjadi komunikasi dua arah yang positif.
Untuk mencegah adanya diskomunikasi dalam berkomunikasi diperlukan sebuah bahasa persatuan yang mumpuni dalam melambangkan keinginan pelaku komunikasi. Sedangkan penggunaan bahasa persatuan itu perlu juga didukug semangat nasionalisme dalam wujud penggunaan bahasa persatuan. Berdasarkan hal-hal tersebut penulis tertarik untuk melaksanakan sebuah penelitian yang mengkaji perihal nasionalisme penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan di negara Indonesia dalam tindak tutur yang diwujudkan para pekerja wisata Cipanas Cianjur Jawa Barat.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas penulis merumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut. “Apakah pekerja wisata Cipanas Cianjur Jawa Barat tetap menggunakan bahasa Indonesia?”

C.    Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk nasionalisme dalam wujud penggunaan bahasa Indonesia yang dilakukan para pekerja wisata Cipanas Cianjur Jawa Barat.

D.    Sumber Data dan Tempat Penelitian
Sumber data dalam penelitian ini adalah para pekerja wisata Cipanas Cianjur Jawa Barat dengan jumlah yang akam diteliti sebanyak 5 pekerja wisata. Penelitian ini dilakukan di daerah Cimacan Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan selama dua hari, yaitu tanggal 15 sampai dengan 16 Desember 2010. 

E.     Metode Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian survei. Survei digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang populasi yang besar dengan menggunakan sampel yang relatif kecil. Metode yang digunakan adalah metode survei deskriptif. Metode survei deskriptif adalah suatu metode penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan wawancara dan pengamatan sebagai alat pengumpulan data.
Dalam penelitian ini informasi data diperoleh dari responden dengan menggunakan wawancara dan pengamatan. Setelah data diperoleh kemudian hasilnya akan dipaparkan secara deskriptif.

F.     Teknik Penelitian
1.      Observasi
Melalui teknik observasi ini penulis akan mencari data-data penelitian dengan cara mengobservasi sumber data penelitian melalui perilaku-perilaku berbahasa mereka saat mengerjakan tugas maupun berkomunikasi. 
2.      Teknik wawancara
Melalui wawancara penulis akan memperoleh data-data pelengkap penelitian berupa pendapat mereka tentang perlunya nasionalisme dalam berkomunikasi dengan wujud terampil berbahasa Indonesia.  

G.    Teknik Analisa Data
Proses analisis terhadap data yang diperoleh dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.
a.       Rekapitulasi data
Data yang diperoleh dari lapangan dikelompokkan berdasarkan kebutuhan penelitian.
b.      Deskripsi data
Data merupakan suatu keterangan atau bahan yang nyata yang dijadikan dasar suatu kajian (analisis atau kesimpulan).
c.       Analisis data
Data yang dianalisis adalah tuturan  responden yang disesuaikan dengan tujuan dan teori penelitian.
d.      Hasil analisis data
Hasil analisis data merupakan data kualitatif.
e.       Pembahasan analisis data
      Hasil analisis data dibahas dengan mendeskripsikan hasil penelitian.

H.  Pembahasan Hasil Penelitian


Berdasarkan data-data penelitian yang dibedakan ke dalam lima jenis profesi yang berbeda dengan karakteristik pekerjaan yang berbeda pula dapat diperoleh kesimpulan bahwa para pekerja wisata di atas mampu mempertahankan bahasa Indonesia sebagai salah satu wujud kebanggan menjadi warga Negara Indonesia. Walau demikian logat bahasa Ibu (Sunda) mereka tidak dapat hilang dan kadang-kadang menginterferensi penggunaan bahasa Indonesia mereka, seperti bentuk-bentuk partikel ­–mah, dan sebagainya. Hal ini disebabkan memang pengaruh bahasa Ibu yang notabene sering mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat dihilangkan begitu saja.
Nasionalisme  modern melihat bahasa sebagai ciri keaslian yang pertama kali ditekankan oleh Johann Gottfried Herder (1744-1803), yang mengembangkan pandangan bahwa bahasa ibu menyatakan jiwa kebangsaan atau roh Dia memandang bahasa sebagai cara terbaik untuk menjaga atau memulihkan warisan nasional. Dia percaya juga adanya keragaman dalam bahasa dan budaya.
Kejadian-kejadian perihal pemertahanan bahasa Indonesia dan interferensi bahasa Ibu atau daerah memiliki relevansi postifi dengan kutipan di atas. Berdasarkan penekanan Johann Gottfried Herder (1744-1803) bahwa “memang bahasa Ibu menyatakan jiwa kebangsaan atau roh. Bahasa Ibu memandang bahasa sebagai cara terbaik untuk menjaga atau memulihkan warisan nasional.” Dalam hal ini konteks bahasa Ibu penulis anggap sebagai bahasa Nasional sebab merupakan warisan nasional menurut Herder. Artinya dengan adanya pemertahanan bahasa nasional mengindikasikan pula adanya sikap bahasa yang mencerminkan nasionalisme dalam bentuk pemertahanan bahasa Indonesia dalam tindak tutur sehari-hari walaupun tidak menempati urutan pertama.
Bahasa Ibu atau bahasa daerah dalam hal ini, disebabkan memang merupakan bahasa pertama yang dikenal suatu masyarakat dalam suatu daerah, secara wajar menginterferensi penggunaan bahasa nasional tersebut, dalam hal ini bahasa Indonesia. Pun demikian, Herder memercayai dalam suatu Negara terdapat sebuah keragaman budaya dan bahasa (implikasi dari keragaman budaya) yang mau tidak mau memberikan corak atau karakteristik tertentu dalam hal menggunakan bahasa nasional. Ini adalah sebuah kewajaran, mengingat sifat bahasa yang arbitrer dan manasuka.
Berdasarkan lima data di atas, mengindikasikan pula nasionalisme dan etnis tidak selalu berjalan seiring. Memang pada kenyataannya penggunaan bahasa nasional (Indonesia) masih dipertahankan masyarakat di setiap daerah di Indonesia, Cipanas Cianjur contohnya. Tetapi tetap saja melahirkan corak dan karakteristik yang penggunaannya yang lebih didasari corak atau karakteristik daerahnya. Mungkin saja di daerah lain di luar Cipanas Cianjur memertahankan penggunaan bahasa Indonesia tetapi tetap dengan memertahankan pola logat-logat bahasa daerahnya yang dapat dikatakan sebagai sebuah interferensi bahasa daerah.
Ketika orang dari budaya yang berbeda datang ke dalam kontak, kita dapat berbicara tentang proses kontak budaya. Dapat digunakan dalam keadaan yang santai untuk pertemuan  dua orang yang  hidup secara berdampingan selama berabad-abad. Ketika orang yang berbicara dari bahasa yang berbeda datang ke dalam kontak, mereka dapat berkomunikasi baik melalui gerakan tangan atau melalui bahasa lisan yang ketiga. Solusi yang baik untuk belajar bahasa orang lain atau untuk membentuk bahasa baru, sebuah versi yang disederhanakan "Satu bahasa dengan fitur bahasa kedua mereka, seperti sebuah pidgin.”
Tingkat intensitas dari kontak adalah variabel penting dalam memprediksi pengaruh timbal balik yang mungkin terjadi. Dengan demikian, pedagang, misionaris, wisatawan, atau administrator kolonial secara individu atau dalam kelompok kecil , kunjungan budaya asing dapat  mempelajari bahasa lokal tetapi mungkin memiliki dampak yang sangat luas pada mereka atau untuk menyebarkan bahasa mereka sendiri di kalangan masyarakat. Di sisi lain, masuknya koloni atau pedagang atau aturan lembaga yang luas seperti sekolah dalam melayani masyarakatmengakibatkan pengaruh bahasa yang linguistik banyak. Huni Coterritorial antara dwibahasa kelompok yang berbeda dapat mengakibatkan  bilingualism pada kedua kelompok. Para bilinguals kemudian dapat berfungsi sebagai media transisi dari bentuk atau fitur dari satu bahasa ke bahasa yang lain, juga pertukaran budaya.
Pengaruh kontak budaya dalam kasus pemertahanan bahasa Indonesia di para pekerja wisata Cipanas Cianjur Jawa Barat juga tidak dapat dipandang sebelah mata. Dengan adanya kontak budaya antarwarga Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, ras dan daerah yang kemudian melahirkan bahasa yang berbeda pula mau tidak mau memaksa warga atau secara khususnya pekerja wisata Cipanas Cianjur Jawa Barat harus menguasai bahasa persatuan (semacam lingua franca) yang digunakan untuk berkomunikasi nantinya. Impian masyarakat pekerja wisata Cipanas Cianjur Jawa Barat agar daerah wisatanya dikenal paling tidak oleh warga Indonesia paling tidak “sedikit memaksa” mereka untuk kemudian memikirkan, bahasa apa yang akan digunakan ketika warga di luar Jawa Barat (yang tidak menggunakan bahasa Sunda) datang dan berkunjung ke tempat mereka kemudian berkomunikasi. Sehingga lahirlah sebuah pemertahanan bahasa Indonesia yang ditopang oleh sikap bahasa dan adanya “kebutuhan” mereka dalam berkomunikasi.
Jika Fishman (1966) mengelompokkan bahasa Amerika Serikat ke dalam bahasa pribumi (bahasa orang Indian Amerika); bahasa kolonial, yaitu bahasa penjajah Eropa yang menetap di wilayah yang kemudian menjadi bagian dari Amerika Serikat (Inggris, Spanyol, Perancis, dan Jerman, yang bisa bertahan, dan Rusia, Swedia dan Belanda, yang tidak bisa beertahan), dan imigran bahasa, orang-orang imigran ke Amerika Serikat selama dua abad terakhir, khususnya selama massa imigrasi 1880-1920 akibat adanya pemeliharaan dan pemertahanan bahasa, maka dalam penelitian ini penulis menemukan adanya perbedaan penggunaan bahasa Indonesia yang sama-sama digunakan oleh pemilik bahasa Sunda Cianjur sebagai bahasa Ibunya. Perbedaan itu terletak dari kekentalan interferensi bahasa Sunda yang muncul saat seorang penutur menuturkan bahasa Indonesia. Jika dibuat kategori, maka paling tidak ada tiga kategori tuturan bahasa Indonesia di daerah tempat peneliti melakukan penelitian, yakni:
1.      Tuturan bahasa Indonesia dengan tingkat interferensi Sunda tinggi seperti yang diwujudkan oleh penjaga toko dan pegawai atau karyawan Taman Bunga;
2.      Tuturan bahasa Indonesia dengan tingkat interferensi Sunda sedang seperti yang diwujudkan Supir Angkot; dan
3.      Tuturan bahasa Indonesia dengan tingkat interferensi Sunda rendah seperti yang diwujudkan karyawan hotel dan pelayan supermarket.
 Adanya perbedaan itu diakibatkan oleh keterbiasaan mereka dalam berkomunikasi atau berkontak budaya dengan orang yang bukan penutur bahasa Sunda sehingga memaksa mereka untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai alternatif komunikasi lisan. Pemaksaan tersebut yang berlangsung secara terus menerus bahkan berlangsung hampir setiap hari secara tidak langsung akan membiasakan mereka untuk berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia dan berimplikasi pada kelancaran berbahasa Indonesia mereka. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar