Laman

Sabtu, 15 Januari 2022

PELATIHAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Hasil Pengabdian Pada Masyarakat di MTs Cileungsir Ciamis 

A.     Analisis Situasi

Munculnya sebuah terobosan baru dalam dunia pendidikan dan pembelajaran berangkat dari asumsi bahwa pembelajaran yang dilakukan selama ini masih mengalami kegagalan. Mendefinisikan kegagalan dalam proses pembelajaran akan menjadi sangat kompleks karena hal ini dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang. Sundut pandang yang paling umum mendefinisikan kegagalan sebagai bentuk ketidakmampuan siswa menguasai materi pelajaran sehingga kemampuannya dinilai kurang memadai. Pandangan ini jelas beranggapan bahwa bentuk sebuah kegagalan adalah ketidakmampuan siswa mendapat nilai baik di sekolah.

Praktek pandangan tradisional ini masih sangat melekat dalam pemikiran masyarakat Indonesia. Hal ini terbukti dengan kecemasan yang timbul pada masyarakat ketika munculnya batas kelulusan ujian nasional. Nilai enam dianggap masih sulit dicapai sehingga masyarakat takut anaknya tidak lulus ujian. Kenyataan lain yang sering ditemui di masyarakat adalah bahwa orang tua akan memarahi anaknya bila mendapat nilai merah. Demikian pula guru akan memarahi siswanya yang memiliki nilai ulangan jelek. Kenyataan-kenyataan ini memperkuat bahwa kegagalan didefinisikan dengan ketidaktercapaian nilai bagus oleh siswa di sekolah. Pandangan tradisional ini memunculkan berbagai kasus di dunia pendidikan. Jual beli nilai, sogok menyogok, dan campur tangan penguasa sering kali kita jumpai dalam praktik pendidikan.

Pandangan kedua yang melihat kegagalan pendidikan adalah pandangan bahwa kegagalan pendidikan adalah ketidakmampuan siswa menerapkan materi yang diperoleh siswa di sekolah dalam kehidupan sehari-hari. Pandangan ini tentu saja tidak hanya berorientasi pada nilai yang dicapai siswa melainkan kompetensi yang dimiliki siswa. Dewey sebenarnya telah dengan tegas menyatakan hal ini sejak tahun 1916. Dewey mengungkapkan kegagalan pendidikan adalah kegagalan atas penyatuan pengetahuan yang diperoleh siswa di sekolah dengan keterampilan atau kecakapan yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.

Hal lain yang memprihatinkan atas kegagalan proses pembelajaran adalah munculnya pendapat bahwa kegagalan belajar yang dialami oleh para siswa di sekolah sering kali tidak dipahami guru sebagai kegagalannya dalam mengajar. Guru saat ini masih beranggapan bahwa bila siswa gagal hal ini disebabkan oleh faktor siswa terutama berkenaan dengan anggapan bahwa siswa tidak bisa dimotivasi untuk belajar dan tidak adanya kemampuan siswa dalam belajar. Kegagalan proses pembelajaran yang ditekankan pada faktor siswa seperti di atas sungguh memprihatinkan sebab sebenarnya guru juga turut ambil bagian dalam hal menciptakan kegagalan tersebut.

Sejalan dengan uraian di atas, guru dihadapkan pada berbagai situasi kompleks yang berkaitan dengan proses pembelajaran. Misalnya, kekurangberhasilan para siswa untuk mencapai standar yang diharapkan. Lebarnya jarak antara harapan dan kenyataan ini, seringkali menimbulkan kekecewaan guru. Untuk mendekatkan jarak ini, sangatlah penting dicari alternatif penyelesaiannya yang salah satunya melalui pembudayaan penelitian di lingkungan sekolah yang melibatkan guru secara aktif. Melalui sebuah penelitian, guru tidak lagi dianggap hanya sebagai penerima pembaharuan, tetapi juga sebagai pelaku pembaharuan. Hal ini hanya mungkin diperoleh bila guru sendiri melakukan penelitian, sehingga istilah “teacher as researcher” terdengar akrab di telinga kita.

Pembudayaan penelitian guna meningkatkan mutu pendidikan di sekolah hendaknya mempertimbangkan pula jenis penelitian yang akan dibudayakan.  Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa;

1.     Penelitian-penelitian pendidikan yang telah dilaksanakan kurang banyak bermanfaat, karena bersifat abstrak, teoretik, dan kurang tampak kenyataannya di lapangan (sekolah).

2.     Walaupun sekolah dan kelas seringkali digunakan sebagai kancah penelitian, namun guru kurang dilibatkan secara aktif. Guru dan siswa hanya dijadikan objek penelitian.

3.     Pemecahan masalah seringkali menggunakan teori-teori dari Barat, yang seringkali tidak/kurang sesuai dengan kondisi di Indonesia.

Sejalan dengan kenyataan di atas, Penelitian yang dilakukan oleh guru sebaiknya berupa tindakan perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran saat ini dan di kelasnya sendiri, “kini dan di sini”. Perbaikan dan peningkatan itu dapat terjadi secara terus menerus berkesinambungan karena tuntutan kebutuhan “dari dalam” diri guru itu sendiri, bukan karena diinstruksi dari luar. Sejalan dengan konsepsi tersebut, pendekatan penelitian yang harus dipilih guru adalah pendekatan penelitian berupa tindakan-tindakan nyata yang berbasis kelas seperti itu yang selanjutnya dinamakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR).

Sejalan dengan uraian di atas, penulis tertarik untuk menyusun proposal pengabdian pada masyarakat sekolah guna meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. Karya ilmiah tersebut penulis beri judul “Pelatihan PTK secara Praktis Bagi Guru Se-Kecamatan Rancah Kabupaten Ciamis”.

B.      Perumusan Masalah

Berkaitan dengan materi pelatihan dan analisis situasi seperti yang dikemukakan di atas maka masalah yang perlu dirumuskan adalah “Perlu diadakan pelatihan PTK secara praktis bagi guru di Kecamatan Rancah.”

C.    Tujuan dan Manfaat Pengabdian

Tujuan dilaksanakannya pengabdian kepada masyarakat dengan Pelatihan PTK secara Praktis Bagi Guru di Kecamatan Rancah Kabupaten Ciamis ini adalah melatih guru dalam melaksanakan PTK.  Manfaat dari kegiatan ini adalah adanya pemahaman bersama bagi para pelaku pendidikan (guru) dalam melaksanakan PTK secara praktis dan mudah serta berimplikasi pada perbaikan hasil pembelajaran.

D.    Hasil Pelaksanaan Kegiatan

Kegiatan PPM yang dilaksanakan dengan acara tatap muka dan praktik pelatihan PTK berjalan dengan baik dan lancar. Pertemuan tatap muka dengan metode ceramah dan demonstrasi, dilanjutkan latihan/praktik untuk membuat dan merencanakan PTK, mulai dari penelusuran masalah pembelajaran, pengkajian dan perumusan solusi pemecahan masalah pembelajaran hingga ke pelaksanaan PTK secara praktis. Kegiatan ini dilaksanakan sehari yaitu pada hari Sabtu tanggal 5 September 2013 dari pukul 08.30 - 15.00 WIB. Peserta kegiatan berjumlah 45 orang guru-guru MTs di Rancah dari bidang mata pelajaran yang beragam.

Pelaksanaan kegiatan PPM ini dilakukan oleh 2 (dua) orang tim pengabdi dengan pokok bahasan yang disampaikan mengenai:

1.     pengantar penelitian tindakan kelas;

2.     pengantar pembelajaran;

3.     penelusuran permasalahan pembelajaran;

4.     pengkajian solusi penyelesaian atau pemecahan masalah pembelajaran; dan

5.     langkah-langkah penyusunan rencana PTK berbasis masalah pembelajaran yang telah ditemukan dan direlevansikan dengan solusi pemecahan permasalahan pembelajaran yang telah ditentukan.  

Keterbatasan waktu pertemuan mengakibatkan tidak semua materi dapat disampaikan dengan detil. Kegiatan yang diawali dengan ceramah dan demonstrasi ini kemudian dilanjutkan latihan. Dari kegiatan latihan tampak bahwa guru memang belum mengetahui definisi secara operasional terkait dengan permasalahan pembelajaran itu sendiri. Selain itu terindikasi juga bahwa guru kurang memahami perihal pernak-pernik pembelajaran yang terkait dengan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi sehingga pada saat akan merumuskan PTK seakan-akan guru “mencari-cari” masalah, bukan menelusuri masalah yang sebenarnya sudah ada. Selain hal tersebut, terkait dengan pengkajian solusi pemecahan masalah pembelajaran guru juga terindikasi kurang banyak membaca buku yang terkait dengan strategi pembelajaran, terkait dengan model, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Hal ini sedikit menyulitkan tim pengabdi dalam merelevansikan permasalahan yang ditemukan guru di dalam kelas dengan rencana solusi yang akan digunakan. Pernasalahan-permasalahan tersebut selanjutnya dikaji dalama sesi tanya jawab.

Berbagai pertanyaan diajukan secara antusias oleh para peserta dalam sesi tanya jawab. Secara garis besar inti dari pertanyaan para peserta adalah:

1.     Syarat-syarat PTK yang diinginkan pemerintah dan teori secara umum.

2.     Langkah-langkah perencanaan dan pelaksanaan PTK secara baik.

3.     Operasionalisasi permasalahan pembelajaran.

4.     Solusi yang tepat dalam memecahkan masalah pembelajaran.

5.     Penyusunan proposal PTK dan laporan PTK.

6.     Menjawab rumusan masalah dalam PTK.

Program pengabdian pada masyarakat berupa pelatihan pelatihan PTK secara praktis bagi guru di Kecamatan Rancah yang sudah dilaksanakan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, keterampilan dan lebih percaya diri dalam menjalankan profesinya. Guru akan lebih semangat dan termotivasi untuk mengembangkan diri. Hasil pelatihan ini akan bermanfaat bagi sekolah, segala macam permasalahan pembelajaran akan dapat terselesaikan secara ilmiah. Di samping itu dengan adanya pelatihan pelatihan PTK secara ini akan menambah keterampilan guru dalam menyiapkan dan melaksanakan pembelajaran dengan baik didasarkan pada adanya keinginan untuk selalu terus menerus memperbaiki proses pembelajaran, yang pada dasarnya merupakan inti dari PTK.

E.    Pembahasan Hasil Kegiatan

Hasil kegiatan PPM secara garis besar mencakup beberapa komponen sebagai berikut:

1.     Keberhasilan target jumlah peserta pelatihan

2.     Ketercapaian tujuan pelatihan

3.     Ketercapaian target materi yang telah direncanakan

4.     Kemampuan peserta dalam penguasaan materi

Target peserta pelatihan seperti direncanakan sebelumnya adalah paling tidak 30 guru di beberapa MTs di Rancah. Dalam pelaksanaannya, kegiatan ini diikuti oleh 45 orang peserta. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa target peserta tercapai 100%. Angka tersebut menunjukkan bahwa kegiatan PPM dilihat dari jumlah peserta yang mengikuti dapat dikatakan berhasil/sukses.

Ketercapaian tujuan pelatihan PTK secara praktis bagi guru secara umum sudah baik, namun keterbatasan waktu yang disediakan mengakibatkan tidak semua materi tentang pelatihan PTK dapat disampaikan secara detil. Namun dilihat dari hasil latihan para peserta yaitu perencanaan PTK, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan kegiatan ini dapat tercapai.

Ketercapaian target materi pada kegiatan PPM ini cukup baik, karena materi pendampingan telah dapat disampaikan secara keseluruhan. Materi pendampingan yang telah disampaikan adalah:

1.     Pengantar PTK

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian mendasar yang mengkonsentrasikan pada komunitas sekolah/kelas dengan pelibatan guru, kepala sekolah dan akademisi pada semua tahapan penelitian guna memperbaiki praktek kurikulum dan kebijakan (Tytler dan Angwin, 1996). Menurut Niff (1988) penelitian tindakan kelas merupakan suatu pendekatan untuk meningkatkan pendidikan melalui perubahan, dengan cara memotivasi guru untuk lebih peduli terhadap proses pembelajarannya.

Pengertian PTK lainnya didefiniskan oleh Suhadi (1997) bahwa PTK adalah suatu penelitian ilmiah yang ditujukan untuk memecahkan masalah dengan menggunakan keterampilan baru yang diaplikasikan langsung ke dalam situasi kelas.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas:

a.      adalah kegiatan dalam situasi yang bersifat spesifik di dalam kelas dengan tujuan untuk mendiagnosis problem yang bersifat spesifik tersebut disertai upaya konkrit untuk memecahkannya

b.     merupakan tindakan yang dapat dilaksanakan secara mandiri oleh peneliti dan dapat juga dilaksanakan dengan bekerja sama antara praktisi dan peneliti (collaborative research)

c.      suatu penelitian yang lebih menekankan pada partisipasi peneliti “self-evaluative” atau “self-reflective

d.     merupakan penelitian ilmiah dengan melakukan tindakan tertentu dan perlibatan penuh dari pelaku tindakan yang ditujukan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.

Setiap penelitian memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan penelitian lainnya. Dari beberapa literatur yang terbatas dapat diidentifikasi ada sejumlah karakteristik PTK:

a.      PTK berlingkup mikro

Ruang lingkup PTK pada prinsipnya berskala kecil, yaitu satu attau beberapa kelas di suatu sekolah tertentu

b.     Permasalahan penelitian bersifat kontekstual

Permasalahan penelitian bersifat spesifik dan selalu berkaitan erat dengan kegiatan pembelajaran sehari-hari, tidak dibuat-buat, sehingga tidak perlu perlakuan dan tidak terlalu menghiraukan kerepresentatifan sampel.

c.      PTK memenuhi ketentuan “Here and Now

PTK bertujuan untuk memperbaiki praktis secara langsung, “disini dan sekarang”, sehingga bersifat “up to date”. Karena kekhasan inilah PTK sering disebut juga penelitian praktis

d.     An Inquiry on Practice from Within

Pelaksanaan PTK dipicu oleh adanya permasalahan praktis yang dialami atau dirasakan guru dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari. Hal ini berarti penelitian dapat terjadi secara berkesinambungan karena cenderung terprakarsai “dari dalam” bukan karena instruksi dari luar. Penelitian lebih didorong oleh tuntutan kebutuhan guru sendiri, baik prestasi maupun prestise

e.      Desain penelitian luwes dan adaptif

Desain PTK dapat dikembangkan selama penelitian berlangsung disesuaikan dengan perkembangan di lapangan (kelas). Namun demikian, fleksibilitas desain ini harus tetap dalam kajian taat kaidah. Semua penyesuaian atau modifikasi dicatat dan dijelaskan sebab-sebab perubahannya, sementara mengumpulkan dan analisis datanya tetap dilakukan secara objektif

f.      Penelitian tidakan dengan penerapan

PTK termasuk penelitian terapan yang melibatkan peneliti secara aktif, dari muali membuat desain penelitian, melakukan perencanaan tindakan, sampai pada penerapannya dengan modifikasi intervensi sesuai dengan perkembangan lapangan (kelas)

g.     Pembuatan jurnal

PTK melibatkan pembuatan jurnal pribadi (buku harian) yang mengandung kemajuan tentang dua bentuk belajar yang paralel, yaitu tentang praktek yang diteliti dan tentang proses penelitiannya

h.     Peneliti berfungsi ganda

PTK berfungsi ganda, yakni (a) peneliti sebagai guru tetap  melaksanakan tugasnya sehari-hari di kelas, dan (b) guru sebagai peneliti dapat melakukan perubahan atau pemecahan masalah guna perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran

i.       Penelitian kolaboratif

Di dalam PTK tampak nyata adanya perlibatan para pelaksana program. Keterlibatan itu terjadi pada semua langkah penelitian, mulai dari identifikasi masalah sampai dengan penyusunan laporan dan desiminasi. Kolaborasi dalam konteks PTK mempunyai makna kerjasama kesejawatan, berbagi kepakaran dan kesederajatan atas dasar ppemahaman terhadap kelebihan masing-masing. Namun demikian, tidak berarti bahwa PTK tidak dapat dilakukan tanpa penelitian kolaboratif. PTK dapat dilakukan secara individual (oleh seorang peneliti) ataupun dalam bentuk tim peneliti.

j.       Langkah penelitian berupa siklus yang sistematis

Pelaksanaan PTK berkembang mulalui self-reflective spiral, yakni suatu daur ulang dengan urutan: perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (acting), pengamatan (observing) dan refleksi (reflecting)

Menurut Mc Niff (1988) tujuan dilaksanakannya PTK adalah untuk perbaikan. Selanjutnya, lebih luas dijelaskan Tim PGSM (1999), bahwa tujuan PTK adalah untuk perbaikan dan peningkatan layanan profesional guru dalam menangani proses pembelajaran. Tujuan tersebut secara spesifik dijabarkan menjadi tiga tujuan khusus, yakni untuk:

a. perbaikan dan peningkatan layanan profesional guru.

b. pengembangan keterampilan guru, dan

c. menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru.

Cohen dan Manion (1980) menyebutkan sekurang-kurangnya ada lima fungsi penelitian tindakan, yaitu sebagai alat: (1) untuk memecahkan masalah yang dilakukan dalam situasi tertentu, (2) pelatihan dalam jabatan, sehingga melatih partisipan (guru) dengan kemampuan dan keterampilan melaksanakan metode dan teknik mengajar yang baru, serta mempertinggi kesadaran atas kekurangan dan kelebihan pada dirinya, (3) untuk mengenal pendekatan tambahan pada pengajaran, (4) untuk meningkatkan komunikasi aantara guru dan para akademisi di lapangan dalam penelitian kolaborasi, (5) untuk menyediakan alternatif yang lebih baik dalam pemecahan masalah di dalan kelas.

Walaupun pelaksanaan PTK pada prinsipnya adalah kelas, sesungguhnya permasalahan tidak dilihat terbatas dalam kkonteks kelas ataupun mata pelajaran tertentu. Tetapi hendaknya dilihat dalam lingkup misi sekolah secara keseluruhan. Lingkup yang lebih luas ini akan lebih terasa kepentingannya, bilamana pelaku PTK lebih dari satu orang guru. Kondisi yang demikian ini memungkinkan PTK diselenggarakan secara formal dan taat kaidah. Sehingga hasilnya dapat lebih dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Stephen Kemmis telah mengembangkan sebuah model siklus alami sederhana  yang dapat menggambarkan proses penelitian tindakan kelas  (gambar 1).  Setiap siklus memiliki empat tahap : perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.

Figure 1 Simple Action Research Model

Sejalan dengan gambar di atas, seperti dengan penelitian-penelitian yang biasa, langkah pertama dalam merencanakan suatu PTK adalah penentuan dan perumusan masalah. Mengingat bahwa tujuan utama dari PTK adalah untuk perbaikan dan peningkatan pelayanan profesional guru dalam bidang pembelajaran di sekolah, masalah-masalah harus berasal dari masalah-masalah yang dihadapi guru dalam proses pembelajaran yang direfleksikan dari pengalaman yang diperoleh dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya, khususnya dalam pembentukan pemahaman yang mendalam (deep understanding) oleh peserta didik dan bukan terinformasikannya (content coverage) bahan pelajaran kepada peserta didik. Atas dasar ini penampilan permasalahan penelitian yang sekedar terinformasikannya bahan ajar yang terdapat dalam kurikulum atau silabus perlu ditolak. Refleksi yang dilakukan guru ini akan menimbulkan kesadaran akan adanya permasalahan yang dirasakan mengganggu atau menghalangi pencapaian kompetensi peserta didik dan ia sendiri perlu memiliki komitmen terhadap pemecahannya.

Penelitian Tindakan Kelas diawali dengan perumusan masalah yang dikenal sebagai pra-refleksi (initial reflection). Masalah tersebut dapat berasal dari keadaan kelas secara umum, atau lebih khusus masalah kelas tempat kita mengajar. Perumusan masalah dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa pertanyaan untuk membimbing penelitian, misalnya:

a.       Apakah yang dapat dilakukan terhadap kajian “X” agar siswa lebih mudah memahaminya?

b.     Strategi belajar apa yang dilakukan oleh siswa-siswa pandai dalam belajar bahasa Indonesia?

Setelah kita membuat identifikasi masalah, langkah selanjutnya adalah melaksanakan:

a.      Perencanaan (Planning)

Hal yang sangat penting dari tahap perencanaan adalah rincian operasional mengenai tindakan yang ingin dikerjakan atau perubahan yang akan dilakukan. Alternatif tindakan untuk perbaikan pembelajaran dapat dipandang sebagai hipotesis. Hipotesis dalam PTK merupakan tindakan yang diduga dapat memecahkan masalah pembelajaran. Mengingat sifat dari hipotesis dalam PTK ini, maka bentuk perumusannya akan berbeda dengan bentuk perumusan yang digunakan dalam penelitian biasa (umum).

Dugaan keberhasilan tindakan dalam pemecahan masalah tidak dapat terlepas dari pengalaman mengajar guru (refleksi dari pengalamannya sendiri), kajian teoretik dalam bidang pembelajaran, kajian terhadap hasil-hasil penelitian yang relevan, dan kajian terhadap saran dan pendapat dari pakar pendidikan. Refleksi dan kajian-kajian di atas merupakan landasan yang kuat dalam membangun hipotesis dalam PTK. Alternatif hipotesis yang telah dirumuskan perlu dinilai dan dipilih mana yang paling menjanjikan hasil yang optimal tetapi masih berada dalam konteks lingkungan sekolah dan fasilitas pendukungnya, kemampuan guru untuk mengelolanya, dan kemampuan rata-rata peserta didik yang menyerapnya. Di samping itu mungkin juga perlu menyiapkan kuesioner atau alat pengumpul informasi yang akan digunakan. Misalnya, diputuskan mengumpulkan keterangan dari dua siswa pandai dalam belajar bahasa Indonesia dengan cara berikut:

1)     Pengamatan di kelas selama satu semester

2)     Catatan harian anak, dan

3)     Wawancara

4)     Tindakan (Action)

Tindakan merupakan tahapan pelaksanaan dari perencanaan. Dalam pelaksanaan PTK implementasi tindakan pembelajaran, observasi proses dan hasil tindakan merupakan satu kesatuan. Keduanya harus dilakukan serentak dengan tingkat kesadaran yang tinggi dari ketua dan anggota penelitian tindakan kelas. Hopkins (1993) menyatakan bahwa pemaparan hasil observasi tindakan pembelajaran hendaknya tidak dipandang hanya dalam konteks PTK saja tetapi juga dalam konteks pengembangan kemampuan guru. Karena itu dalam pemaparan hasil observasi dan tindakan-tindakan selanjutnya perlu diikutsertakan kepala sekolah dan pengawas/penilik sekolah sebagai pelaksana fungsional. Jangan heran bila rencana-rencana tidak terlaksana seperti yang diharapkan. Tidak perlu ragu untuk melakukan belokan-belokan kecil (modifikasi) dari yang telah direncanakan. Catatlah perubahan-perubahan kecil yang dilakukan tersebut dan beri alasan mengapa terjadi perubahan

b.     Pengamatan (Observation)

Observasi pada dasarnya adalah upaya merekam segala peristiwa selama kegiatan tindakan perbaikan berlangsung. Dalam PTK, yang lebih penting lagi adalah interpretasi dari data hasil observasi. Interpretasi perlu dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan observasi seperti yang terjadi pada saat guru mengambil keputusan pada saat pembelajaran di kelas berlangsung. Ini jelas berbeda dengan observasi yang dilakukan dalam penelitian biasa (umum) dan sama dengan observasi yang dilakukan dalam penelitian kualitatif. Dalam tahapan observasi, dilakukan pengamatan secara rinci dan teliti, lakukan pencatatan bila perlu perekaman. Misalnya, dalam catatan kita diantaranya tertulis, siswa menggunakan berbagai strategi dalam belajar bahasa Indonesia dengan cara:

1)     membaca bahan kajian tertentu dengan cepat

2)     menulis konsep-konsep penting dengan kata-kata sendiri, dan

3)     membaca berulang-ulang catatan konsep-konsep penting yang ditulisnya.

c.      Refleksi (Reflection)

Refleksi merupakan tahap akhir dari suatu daur penelitian tindakan kelas. Refleksi adakah kajian atau analisis mengenai hal-hal yang sudah dilakukan pada tahap sebelumnya. Refleksi hasil analisis atau pengolahan data, merupakan upaya untuk mengkaji apa yang telah terjadi dan apa yang belum terjadi, apa yang telah dicapai dan apa yang belum dapat dicapai, apa yang telah berhasil dan apa yang belum berhasil dilaksanakan dalam tindakan perbaikan pembelajaran. Hasil refleksi digunakan untuk menetapkan langkah-langkah lebih lanjut yang mungkin dalam perbaikan dalam tindakan perbaikan pembelajaran diterapkan untuk mencapai tujuan antara atau tujuan sementara.

Refleksi meliputi kegiatan mengkaji hasil analisis, pemaknaan hasil analisis, memberikan penjelasan, dan menyusun kesimpulan serta identifikasi kegiatan tindak lanjut dalam kerangka pikir perbaikan tindakan perbaikan yang telah dilaksanakan sebelumnya. Dilihat dari urutannya kelihatannya sangat logis bahwa refleksi berlangsung secara linier. Tetapi pada kenyataannya tidak. Sebagai contoh, bila kita telah pada posisi menetapkan tindak lanjut, ada kalanya peneliti kembali merujuk pada pemaknaan gambaran apa yang telah terjadi pada pelaksanaan tindakan sebelumnya dan merenungkan kembali pada kekuatan dan kelemahan dan perkiraan keberhasilan dengan memperhitungkan kendala-kendala yang mungkin dihadapi. Selain itu, keputusan untuk menerapkan tindak lanjut perbaikan pembelajaran, juga perlu memikirkan kemungkinan-kemungkinan dampak samping yang tidak diperkirakan sebelumnya. Refleksi dan tindakan lanjut itu perlu dilakukan secara kolaboratif. Seberapa efektif perubahan yang terjadi? Apa yang dipelajari? Adakah yang menjadi penghambat perubahan? Bagaimana memperbaiki perubahan-perubahan yang dibuat? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat membawa kita pada daur penelitian tindakan kelas berikutnya.

Setelah melakukan refleksi biasanya muncul permasalahan atau pemikiran baru, sehingga merasa perlu melakukan perencanaan ulang, tindakan ulang, pengamatan ulang, dan refleksi ulang. Demikian tahapan kegiatan terus berulang, sehingga membentuk siklus yang kedua, ketiga, dan seterusnya sampai suau permasalahan dianggap teratasi.

2.     Teori pembelajaran

Belajar merupakan kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap jenjang pendidikan. Dalam keseluruhan proses pendidikan,  kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dan penting dalam keseluruhan proses pendidikan.

Belajar adalah proses atau usaha yang dilakukan tiap individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku baik dalam bentuk pengetahuan, keterampilan maupun sikap dan nilai yang positif sebagai pengalaman untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari. Kegiatan belajar tersebut ada yang dilakukan di sekolah, di rumah, dan di tempat lain seperti di museum, di laboratorium, di hutan dan dimana saja. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri dan akan menjadi penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar.

Menurut Vernon S. Gerlach & Donal P. Ely dalam bukunya teaching & Media-A systematic Approach (1971) dalam Arsyad (2011: 3) mengemukakan bahwa “belajar adalah perubahan perilaku, sedangkan perilaku itu adalah tindakan yang dapat diamati. Dengan kata lain perilaku adalah suatu tindakan yang dapat diamati atau hasil yang diakibatkan oleh tindakan atau beberapa tindakan yang dapat diamati”.

Sedangkan Menurut Gagne dalam Whandi (2007) belajar di definisikan sebagai “suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya akibat suatu pengalaman”. Slameto (2003: 5) menyatakan belajar adalah “suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh  suatu perubahan tingkah laku  yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. 

Lebih lanjut Abdillah (2002) dalam Aunurrahman (2010 :35) menyimpulkan bahwa “belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu”.

Dengan demikian dapat disimpulkan Belajar adalah perubahan tingkah laku pada individu-individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian diri. Jadi, dapat dikatakan bahwa belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga yang menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya.

Pembelajaran mengandung makna adanya kegiatan mengajar dan belajar, di mana pihak yang mengajar adalah guru dan yang belajar adalah siswa yang berorientasi pada kegiatan mengajarkan materi yang berorientasi pada pengembangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa sebagai sasaran pembelajaran. Dalam proses pembelajaran akan mencakup berbagai komponen lainnya, seperti media, kurikulum, dan fasilitas pembelajaran. 

Darsono (2002: 24-25) secara umum menjelaskan pengertian pembelajaran sebagai “suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih baik”. Sedangkan secara khusus pembelajaran dapat diartikan sebagai berikut : 
Teori Behavioristik, mendefinisikan pembelajaran sebagai usaha guru membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan (stimulus). Agar terjadi hubungan stimulus dan respon (tingkah laku yang diinginkan) perlu latihan, dan setiap latihan yang berhasil harus diberi hadiah dan atau reinforcement (penguatan).

Teori Kognitif, menjelaskan pengertian pembelajaran sebagai cara guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berfikir agar dapat mengenal dan memahami apa yang sedang dipelajari.

Teori Gestalt, menguraikan bahwa pembelajaran merupakan usaha guru untuk memberikan materi pembelajaran sedemikian rupa, sehingga siswa lebih mudah mengorganisirnya (mengaturnya) menjadi suatu gestalt (pola bermakna).
Teori Humanistik, menjelaskan bahwa pembelajaran adalah memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuannya.

Arikunto (1993: 12) mengemukakan “pembelajaran adalah suatu kegiatan yang mengandung terjadinya proses penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap oleh subjek yang sedang belajar”. Lebih lanjut Arikunto (1993: 4) mengemukakan bahwa “pembelajaran adalah bantuan pendidikan kepada anak didik agar mencapai kedewasaan di bidang pengetahuan, keterampilan dan sikap”. 

Sedangkan menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.
Dari berbagai pendapat pengertian pembelajaran di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses kegiatan yang memungkinkan guru dapat mengajar dan siswa dapat menerima materi pelajaran yang diajarkan oleh guru secara sistematik dan saling mempengaruhi dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang diinginkan pada suatu lingkungan belajar.

Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan. Pesan, sumber pesan, saluran/ media dan penerima pesan adalah komponen-komponen proses komunikasi. Proses yang akan dikomunikasikan adalah isi ajaran ataupun didikan yang ada dalam kurikulum,  sumber pesannya bisa guru, siswa, orang lain ataupun penulis buku dan media.
Demikian pula kunci pokok pembelajaran ada pada guru (pengajar), tetapi bukan berarti dalam proses pembelajaran hanya guru yang aktif sedang siswa pasif. Pembelajaran menuntut keaktifan kedua belah pihak yang sama-sama menjadi subjek pembelajaran. Jadi, jika pembelajaran ditandai oleh keaktifan guru sedangkan siswa hanya pasif, maka pada hakikatnya kegiatan itu hanya disebut mengajar. Demikian pula bila pembelajaran di mana siswa yang aktif tanpa melibatkan keaktifan guru untuk mengelolanya secara baik dan terarah, maka hanya disebut belajar. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran menuntut keaktifan guru dan siswa.

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat  terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses  pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda.

Pembelajaran adalah pemberdayaan potensi peserta di dik menjadi kompetensi. Kegiatan pemberdayaan ini tidak dapat berhasil tanpa ada orang yang membantu. Menurut  Dimyati dan Mudjiono (Syaiful Sagala, 2011: 62) pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.

Dalam Undang-Undang No.  20 Tahun 2003  Tentang Sistem Pendidikan Nasional  pasal  1 ayat 20  dinyatakan bahwa  Pembelajaran adalah Proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber  belajar pada suatu lingkungan belajar.

Konsep pembelajaran menurut Corey (Syaiful  Sagala, 2011:  61) adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan. Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan nilai yang baru. Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang akademisnya, latar belakang ekonominya, dan lain sebagainya.kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran.

Dapat  ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative lama dan karena adanya usaha.

Interaksi merupakan ciri utama dari kegiatan pembelajaran, baik antara yang belajar dengan lingkungan belajarnya, baik itu guru, teman-temannya, tutor, media pembelajaran, atau sumber-sumber belajar yang lain. Ciri lain dari pembelajaran adalah yang berhubungan dengan komponen-komponen pembelajaran. Sumiati dan Asra (2009: 3) mengelompokkan komponen-komponen pembelajaran dalam tiga kategori utama, yaitu: guru, isi atau materi pembelajaran, dan siswa. Interaksi antara tiga komponen utama melibatkan metode pembelajaran, media pembelajaran, dan penataan lingkungan tempat belajar, sehingga tercipta situasi pembelajaran yang memungkinkan terci ptanya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya.

Tujuan pembelajaran pada dasarnya merupakan harapan, yaitu apa yang diharapkan dari siswa sebagai hasil belajar. Robert F. Meager (Sumiati dan Asra, 2009: 10) memberi batasan yang lebih jelas tentang tujuan pembelajaran, yaitu maksud yang dikomunikasikan melalui peenyataan yang menggambarkan tentang perubahan yang diharapkan dari siswa.

Menurut  H.  Daryanto (2005: 58)  tujuan pembelajaran adalah tujuan yang menggambarkan pengetahuan, kemampuan, keterampilan, dan sikap yang harus dimiliki siswa sebagai akibat dari hasil pembelajaran yang dinyatakan dalam bentuk tingkah laku yang dapat diamati dan diukur.  B.  Suryosubroto  (1990: 23) menegaskan bahwa tujuan pembelajaran adalah rumusan secara terperinci apa saja yang harus dikuasai oleh siswa sesudah ia melewati kegiatan pembelajaran yang bersangkutan dengan berhasil. Tujuan pembelajaran memang perlu dirumuskan dengan jelas, karena perumusan tujuan yang jelas dapat digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan dari proses pembelajaran itu sendiri.

Lingkup umum dalam pembelajaran paling tidak terdiri atas tiga bagian setelah merumuskan tujuan. Yakni; Perencanaan, Pelaksanaan, dan Penilaian atau Evaluasi. PTK dalam hal ini meliputi ketiganya. Sebab PTK merupakan penelitian yang menitikberatkan pada pembelajaran dalam menyelesaikan permasalahan. Pada akhirnya, kita sama sama memahami PTK dan Pembelajaran tidak dapat dipisahkan.

3.     Operasionalisasi permasalahan pembelajaran dan solusinya

Permasalahan pembelajaran paling tidak meliputi dua hal. Permasalahan pertama yang berkaitan dengan proses pembelajaran dan yang kedua  berkaitan dengan hasil pembelajaran. Walaupun pada dasarnya PTK menitikberatkan proses pembelajaran pada perbaikannya, namun karakteristik permasalahan di atas berbeda.

Permasalahan proses pembelajaran biasanya lahir atas dasar keindividualismean peserta didik dalam belajar. Sehingga terjadi ketimpangan dalam pemerolehan materi ajar yang  berdampak pada pencapaian hasil pembelajaran. Biasanya permasalahan ini terindikasi jika dibenturkan dengan hakikat pendidikan karakter yang di dalamnya memuat nilai kerja sama sebagai salah satu kearifan lokal budaya bangsa Indonesia. Bukan berarti kerja sama ini muncul pada saat tes evaluasi pembelajaran. Solusi yang tepat pada permasalahan ini biasanya menggunakan pembelajaran yang bersifat kooperatif. Pembelajaran kooperatif yang memang bertumpu pada aspek kerja sama dalam pencapaian hasil belajar merupakan solusi tepat yang digunakan untuk memecahkan masalah keindividualismean peserta didik dalam  belajar. Artinya, ada sebuah penekanan yang dilakukan guru sebagai peneliti kepada siswa agar semua siswa mau melakukan kerja sama dan melakukan transfer pemerolehan materi ajar pada kelompoknya. Hal ini  biasanya memiliki nilai-nilai kemasyarakatan yang perlu ditumbuhkembangkan dalam diri peserta didik sebagai calon masyarakat.

Permasalahan kedua permaslahan yang berkaitan dengan perolehan hasil belajar. Hal ini merupakan permasalahan yang sering muncul dalam PTK. Biasanya permasalahan ini berintikan pada pencapapaian nilai akhir belajar yang belum mencapai tingkat tertentu, biasanya menggunakan istilah KKM. Atau paling tidak belum semuanya atau mayoritas peserta didik atau siswa belum mencapai KKM. Permasalahan ini biasanya berkembang seputar aspek keterpahaman individu peserta didik dalam memahami materi ajar. Atau dalam bahasa singkatnya disebut dengan kreativitas siswa dalam mengolah informasi materi ajar. Permasalahan ini dapat diselesaikan dengan menerapkan model pembelajaran yang bersifat menekankan pembelajaran pada pemecahan masalah secara kreatif atau sinektika. Dengan pola pembelajaran sinektika kreativitas siswa akan tergali dan pada akhirnya mereka dapat menyelesaikan permasalahan belajarnya.

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat kita pahami paling tidak dalam memahami permasalahan dalam pembelajaran, kita harus memahami secara mendalam apa yang menjadi akar masalah pembelajaran tersebut. Sehingga ketika akan menentukan solusi pembelajaran kita sudah memahami solusi apa yang akan kita gunakan dalam memecahkan masalah pembelajaran tersebut. Analogi yang sering digunakan dalam pemahaman tersebut ialah, obat mana yang paling tepat dalam pengobatan penyakit tertentu. Obat merupakan analogi terhadap solusi dan penyakit merupakan analogi permasalahan pembelajaran.

Kemampuan peserta dilihat dari penguasaan materi masih kurang dikarenakan waktu yang singkat dalam penyampaian materi dan kemampuan para peserta yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan jumlah materi yang banyak hanya disampaikan dalam waktu sehari sehingga tidak cukup waktu bagi para peserta untuk memahami dan mempraktikkan secara lengkap semua materi yang diberikan. Secara keseluruhan kegiatan pelatihan PTK untuk mempercepat guru memperoleh sertifikasi ini dapat dikatakan berhasil. Keberhasilan ini selain diukur dari keempat komponen di atas, juga dapat dilihat dari kepuasan peserta setelah mengikuti kegiatan. Manfaat yang diperoleh guru adalah dapat menyusun dan melaksanakan PTK dengan kualitas yang lebih baik dan diharapkan kualitas tersebut sudah mengikuti standar untuk dapat dipakai sebagai poin dalam penilaian portofolio sertifikasi guru.

F.    Kesimpulan

Program pelatihan PTK bagi guru di Rancah dapat diselenggarakan dengan baik dan berjalan dengan lancar sesuai dengan rencana kegiatan yang telah disusun meskipun belum semua peserta pendampingan menguasai dengan baik materi yang disampaikan. Kegiatan ini mendapat sambutan sangat baik terbukti dengan keaktifan peserta  mengikuti pendampingan dengan tidak meninggalkan tempat sebelum waktu pelatihan berakhir.

G.    Rekomendasi

Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Waktu pelaksanaan kegiatan pengabdian perlu ditambah agar tujuan kegiatan dapat tercapai sepenuhnya, tetapi dengan konsekuensi penambahan biaya pelaksanaan. Oleh karena itu biaya PPM sebaiknya tidak sama antara beberapa tim pengusul proposal, mengingat khalayak sasaran yang berbeda pula.

2.  Adanya kegiatan lanjutan yang berupa pelatihan sejenis selalu diselenggarakan secara periodik sehinga dapat meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar.

3.     Untuk menguatkan hasil pengabdian periode tahun 2013/2014, maka perlu dilaksanakan kegiatan pengabdian yang lebih menyasar pada pengkajian dan pelatihan pembelajaran. Mengingat pembelajaran merupakan “nafas” dari PTK dan mempunyai peran penting dalam meningkatkan kualitas hasil pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA 

Arikunto, Suharsimi. (2007) Penelitian Tindakan Kelas . Jakarta: Bumi Aksara.

 Depdikbud. (1997) Action Research: Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Depdikbud.

 Ibnu, Suhadi. (1997). Penelitian Tindakan Kelas: Potensi dan Keterbatasannya sebagai Wahana Pemecah Masalah Pembelajaran, Forum Penelitian Kependidikan: Jurnal Teori dan Praktik Peneltian Kependidikan IKIP Malang, tahun 9-Desember, hal. 16 – 30.

 Kadir, Sardjan. (1997). Penelitian Tindakan untuk Pendidikan, Forum Penelitian Kependidikan: Jurnal Teori dan Praktik Penelitian Kependidikan IKIP Malang.

 Madya, Suarsih. (2006) Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Alfa Beta.

 Suriatmadja. (2007) Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Rosda Karya

Tim Pelatih PGSM. (1999). Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research): Bahan Pelatihan Guru. Jakarta: Proyek PGSM Dirjen Dikti Depdikbud.