PELATIHAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Hasil Pengabdian Pada Masyarakat di MTs Cileungsir Ciamis
A. Analisis Situasi
Munculnya sebuah terobosan baru dalam dunia pendidikan dan pembelajaran berangkat dari asumsi bahwa
pembelajaran yang dilakukan selama ini masih mengalami kegagalan.
Mendefinisikan kegagalan dalam proses pembelajaran akan menjadi sangat kompleks
karena hal ini dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang. Sundut pandang yang
paling umum mendefinisikan kegagalan sebagai bentuk ketidakmampuan siswa
menguasai materi pelajaran sehingga kemampuannya dinilai kurang memadai. Pandangan
ini jelas beranggapan bahwa bentuk sebuah kegagalan adalah ketidakmampuan siswa
mendapat nilai baik di sekolah.
Praktek pandangan tradisional ini
masih sangat melekat dalam pemikiran masyarakat Indonesia. Hal ini terbukti
dengan kecemasan yang timbul pada masyarakat ketika munculnya batas kelulusan
ujian nasional. Nilai enam dianggap masih sulit dicapai sehingga masyarakat
takut anaknya tidak lulus ujian. Kenyataan lain yang sering ditemui di
masyarakat adalah bahwa orang tua akan memarahi anaknya bila mendapat nilai
merah. Demikian pula guru akan memarahi siswanya yang memiliki nilai ulangan
jelek. Kenyataan-kenyataan ini memperkuat bahwa kegagalan didefinisikan dengan
ketidaktercapaian nilai bagus oleh siswa di sekolah. Pandangan tradisional ini memunculkan
berbagai kasus di dunia pendidikan. Jual beli nilai, sogok menyogok, dan campur
tangan penguasa sering kali kita jumpai dalam praktik pendidikan.
Pandangan kedua yang melihat kegagalan
pendidikan adalah pandangan bahwa kegagalan pendidikan adalah ketidakmampuan
siswa menerapkan materi yang diperoleh siswa di sekolah dalam kehidupan
sehari-hari. Pandangan ini tentu saja tidak hanya berorientasi pada nilai yang
dicapai siswa melainkan kompetensi yang dimiliki siswa. Dewey sebenarnya telah
dengan tegas menyatakan hal ini sejak tahun 1916. Dewey mengungkapkan kegagalan
pendidikan adalah kegagalan atas penyatuan pengetahuan yang diperoleh siswa di
sekolah dengan keterampilan atau kecakapan yang diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari.
Hal lain yang memprihatinkan atas
kegagalan proses pembelajaran adalah munculnya pendapat bahwa kegagalan belajar
yang dialami oleh para siswa di sekolah sering kali tidak dipahami guru sebagai
kegagalannya dalam mengajar. Guru saat ini masih beranggapan bahwa bila siswa gagal
hal ini disebabkan oleh faktor siswa terutama berkenaan dengan anggapan bahwa
siswa tidak bisa dimotivasi untuk belajar dan tidak adanya kemampuan siswa
dalam belajar. Kegagalan proses pembelajaran yang ditekankan pada faktor siswa
seperti di atas sungguh memprihatinkan sebab sebenarnya guru juga turut ambil
bagian dalam hal menciptakan kegagalan tersebut.
Sejalan dengan uraian di atas, guru dihadapkan pada berbagai situasi kompleks
yang berkaitan dengan proses pembelajaran. Misalnya, kekurangberhasilan para
siswa untuk mencapai standar yang diharapkan. Lebarnya jarak antara harapan dan
kenyataan ini, seringkali menimbulkan kekecewaan guru. Untuk mendekatkan jarak
ini, sangatlah penting dicari alternatif
penyelesaiannya yang salah satunya melalui pembudayaan penelitian di lingkungan sekolah yang melibatkan guru secara
aktif. Melalui sebuah penelitian, guru tidak lagi dianggap hanya sebagai
penerima pembaharuan, tetapi juga sebagai pelaku pembaharuan. Hal ini hanya
mungkin diperoleh bila guru sendiri melakukan penelitian, sehingga istilah “teacher
as researcher” terdengar akrab di telinga kita.
Pembudayaan penelitian guna meningkatkan mutu pendidikan
di sekolah hendaknya mempertimbangkan pula jenis penelitian yang akan
dibudayakan. Hal ini disebabkan oleh
kenyataan bahwa;
1. Penelitian-penelitian pendidikan yang telah dilaksanakan
kurang banyak bermanfaat, karena bersifat abstrak, teoretik, dan kurang tampak
kenyataannya di lapangan (sekolah).
2. Walaupun sekolah dan kelas seringkali digunakan
sebagai kancah penelitian, namun guru kurang dilibatkan secara aktif. Guru dan
siswa hanya dijadikan objek penelitian.
3. Pemecahan masalah seringkali menggunakan
teori-teori dari Barat, yang seringkali tidak/kurang sesuai dengan kondisi di
Indonesia.
Sejalan dengan kenyataan di atas, Penelitian yang dilakukan oleh guru sebaiknya
berupa tindakan perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran saat ini dan di
kelasnya sendiri, “kini dan di sini”.
Perbaikan dan peningkatan itu dapat terjadi secara terus menerus
berkesinambungan karena tuntutan kebutuhan “dari dalam” diri guru itu sendiri,
bukan karena diinstruksi dari luar. Sejalan dengan
konsepsi tersebut, pendekatan penelitian yang harus dipilih guru adalah pendekatan penelitian berupa tindakan-tindakan
nyata yang berbasis kelas seperti itu yang selanjutnya dinamakan Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR).
Sejalan dengan uraian di atas, penulis tertarik untuk
menyusun proposal pengabdian pada
masyarakat sekolah guna meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. Karya ilmiah
tersebut penulis beri judul “Pelatihan
PTK secara Praktis Bagi Guru Se-Kecamatan Rancah Kabupaten Ciamis”.
B. Perumusan Masalah
Berkaitan dengan materi pelatihan dan
analisis situasi seperti yang dikemukakan di atas maka masalah yang perlu
dirumuskan adalah “Perlu diadakan pelatihan PTK secara praktis bagi guru di
Kecamatan Rancah.”
C. Tujuan dan Manfaat
Pengabdian
Tujuan dilaksanakannya
pengabdian kepada masyarakat dengan Pelatihan PTK secara Praktis Bagi Guru di Kecamatan
Rancah Kabupaten Ciamis ini adalah melatih guru dalam melaksanakan PTK. Manfaat dari kegiatan ini
adalah adanya pemahaman bersama bagi para pelaku pendidikan (guru) dalam melaksanakan
PTK secara praktis dan mudah serta berimplikasi pada perbaikan hasil pembelajaran.
D. Hasil Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan PPM yang dilaksanakan dengan acara tatap muka
dan praktik pelatihan PTK berjalan dengan baik dan lancar. Pertemuan tatap muka
dengan metode ceramah dan demonstrasi, dilanjutkan latihan/praktik untuk
membuat dan merencanakan PTK, mulai dari penelusuran masalah pembelajaran,
pengkajian dan perumusan solusi pemecahan masalah pembelajaran hingga ke
pelaksanaan PTK secara praktis. Kegiatan ini dilaksanakan sehari yaitu pada
hari Sabtu tanggal 5 September 2013 dari pukul 08.30 - 15.00 WIB. Peserta
kegiatan berjumlah 45 orang guru-guru MTs di Rancah dari bidang mata pelajaran
yang beragam.
Pelaksanaan kegiatan PPM ini dilakukan oleh 2 (dua)
orang tim pengabdi dengan pokok bahasan yang disampaikan mengenai:
1.
pengantar penelitian tindakan
kelas;
2.
pengantar pembelajaran;
3.
penelusuran permasalahan
pembelajaran;
4.
pengkajian solusi penyelesaian
atau pemecahan masalah pembelajaran; dan
5.
langkah-langkah penyusunan rencana
PTK berbasis masalah pembelajaran yang telah ditemukan dan direlevansikan
dengan solusi pemecahan permasalahan pembelajaran yang telah ditentukan.
Keterbatasan waktu pertemuan mengakibatkan tidak semua
materi dapat disampaikan dengan detil. Kegiatan yang diawali dengan ceramah dan
demonstrasi ini kemudian dilanjutkan latihan. Dari kegiatan latihan tampak
bahwa guru memang belum mengetahui definisi secara operasional terkait dengan
permasalahan pembelajaran itu sendiri. Selain itu terindikasi juga bahwa guru
kurang memahami perihal pernak-pernik pembelajaran yang terkait dengan
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi sehingga pada saat akan merumuskan PTK
seakan-akan guru “mencari-cari” masalah, bukan menelusuri masalah yang
sebenarnya sudah ada. Selain hal tersebut, terkait dengan pengkajian solusi
pemecahan masalah pembelajaran guru juga terindikasi kurang banyak membaca buku
yang terkait dengan strategi pembelajaran, terkait dengan model, pendekatan,
metode, dan teknik pembelajaran. Hal ini sedikit menyulitkan tim pengabdi dalam
merelevansikan permasalahan yang ditemukan guru di dalam kelas dengan rencana
solusi yang akan digunakan. Pernasalahan-permasalahan tersebut selanjutnya
dikaji dalama sesi tanya jawab.
Berbagai pertanyaan diajukan secara antusias oleh para
peserta dalam sesi tanya jawab. Secara garis besar inti dari pertanyaan para
peserta adalah:
1.
Syarat-syarat PTK yang
diinginkan pemerintah dan teori secara umum.
2.
Langkah-langkah perencanaan dan
pelaksanaan PTK secara baik.
3.
Operasionalisasi permasalahan
pembelajaran.
4.
Solusi yang tepat dalam
memecahkan masalah pembelajaran.
5.
Penyusunan proposal PTK dan
laporan PTK.
6.
Menjawab rumusan masalah dalam
PTK.
Program pengabdian pada masyarakat berupa pelatihan pelatihan PTK secara praktis bagi guru di
Kecamatan Rancah yang sudah dilaksanakan ini diharapkan
dapat menambah pengetahuan, keterampilan dan lebih percaya diri dalam
menjalankan profesinya. Guru akan lebih semangat dan termotivasi untuk
mengembangkan diri. Hasil pelatihan ini akan bermanfaat bagi sekolah, segala
macam permasalahan pembelajaran akan dapat terselesaikan secara ilmiah. Di samping
itu dengan adanya pelatihan pelatihan
PTK secara ini akan menambah keterampilan guru dalam
menyiapkan dan melaksanakan pembelajaran dengan baik didasarkan pada adanya
keinginan untuk selalu terus menerus memperbaiki proses pembelajaran, yang pada
dasarnya merupakan inti dari PTK.
E. Pembahasan Hasil Kegiatan
Hasil kegiatan PPM secara garis besar mencakup beberapa
komponen sebagai berikut:
1.
Keberhasilan target jumlah
peserta pelatihan
2.
Ketercapaian tujuan pelatihan
3.
Ketercapaian target materi yang
telah direncanakan
4.
Kemampuan peserta dalam
penguasaan materi
Target peserta pelatihan seperti direncanakan sebelumnya
adalah paling tidak 30 guru di beberapa MTs di Rancah. Dalam pelaksanaannya,
kegiatan ini diikuti oleh 45 orang peserta. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa target peserta tercapai 100%. Angka tersebut menunjukkan bahwa kegiatan
PPM dilihat dari jumlah peserta yang mengikuti dapat dikatakan berhasil/sukses.
Ketercapaian tujuan pelatihan PTK secara praktis bagi guru secara umum
sudah baik, namun keterbatasan waktu yang disediakan mengakibatkan tidak semua
materi tentang pelatihan PTK dapat disampaikan secara detil. Namun dilihat dari
hasil latihan para peserta yaitu perencanaan PTK, maka dapat disimpulkan bahwa
tujuan kegiatan ini dapat tercapai.
Ketercapaian target materi pada kegiatan PPM ini cukup
baik, karena materi pendampingan telah dapat disampaikan secara keseluruhan.
Materi pendampingan yang telah disampaikan adalah:
1. Pengantar PTK
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah
penelitian mendasar yang mengkonsentrasikan pada komunitas sekolah/kelas dengan
pelibatan guru, kepala sekolah dan akademisi pada semua tahapan penelitian guna
memperbaiki praktek kurikulum dan kebijakan (Tytler dan Angwin, 1996). Menurut
Niff (1988) penelitian tindakan kelas merupakan suatu pendekatan untuk
meningkatkan pendidikan melalui perubahan, dengan cara memotivasi guru untuk
lebih peduli terhadap proses pembelajarannya.
Pengertian PTK lainnya didefiniskan
oleh Suhadi (1997) bahwa PTK adalah suatu penelitian ilmiah yang ditujukan
untuk memecahkan masalah dengan menggunakan keterampilan baru yang
diaplikasikan langsung ke dalam situasi kelas.
Berdasarkan definisi-definisi di atas,
dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas:
a. adalah kegiatan dalam situasi yang bersifat
spesifik di dalam kelas dengan tujuan untuk mendiagnosis problem yang bersifat
spesifik tersebut disertai upaya konkrit untuk memecahkannya
b. merupakan tindakan yang dapat dilaksanakan secara
mandiri oleh peneliti dan dapat juga dilaksanakan dengan bekerja sama antara
praktisi dan peneliti (collaborative research)
c. suatu penelitian yang lebih menekankan pada
partisipasi peneliti “self-evaluative” atau “self-reflective”
d. merupakan penelitian ilmiah dengan melakukan
tindakan tertentu dan perlibatan penuh dari pelaku tindakan yang ditujukan
untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.
Setiap penelitian
memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan penelitian lainnya. Dari
beberapa literatur yang terbatas dapat diidentifikasi ada sejumlah
karakteristik PTK:
a. PTK berlingkup mikro
Ruang lingkup PTK pada prinsipnya
berskala kecil, yaitu satu attau beberapa kelas di suatu sekolah tertentu
b. Permasalahan penelitian bersifat kontekstual
Permasalahan penelitian bersifat
spesifik dan selalu berkaitan erat dengan kegiatan pembelajaran sehari-hari,
tidak dibuat-buat, sehingga tidak perlu perlakuan dan tidak terlalu
menghiraukan kerepresentatifan sampel.
c. PTK memenuhi ketentuan “Here and Now”
PTK bertujuan untuk memperbaiki
praktis secara langsung, “disini dan sekarang”, sehingga bersifat “up to
date”. Karena kekhasan inilah PTK sering disebut juga penelitian praktis
d. An Inquiry on Practice from Within
Pelaksanaan PTK dipicu oleh adanya
permasalahan praktis yang dialami atau dirasakan guru dalam kegiatan
pembelajaran sehari-hari. Hal ini berarti penelitian dapat terjadi secara
berkesinambungan karena cenderung terprakarsai “dari dalam” bukan karena
instruksi dari luar. Penelitian lebih didorong oleh tuntutan kebutuhan guru
sendiri, baik prestasi maupun prestise
e. Desain penelitian luwes dan adaptif
Desain PTK dapat dikembangkan selama
penelitian berlangsung disesuaikan dengan perkembangan di lapangan (kelas).
Namun demikian, fleksibilitas desain ini harus tetap dalam kajian taat kaidah.
Semua penyesuaian atau modifikasi dicatat dan dijelaskan sebab-sebab
perubahannya, sementara mengumpulkan dan analisis datanya tetap dilakukan
secara objektif
f. Penelitian tidakan dengan penerapan
PTK termasuk penelitian terapan yang
melibatkan peneliti secara aktif, dari muali membuat desain penelitian,
melakukan perencanaan tindakan, sampai pada penerapannya dengan modifikasi
intervensi sesuai dengan perkembangan lapangan (kelas)
g. Pembuatan jurnal
PTK melibatkan pembuatan jurnal
pribadi (buku harian) yang mengandung kemajuan tentang dua bentuk belajar yang
paralel, yaitu tentang praktek yang diteliti dan tentang proses penelitiannya
h. Peneliti berfungsi ganda
PTK berfungsi ganda, yakni (a)
peneliti sebagai guru tetap melaksanakan
tugasnya sehari-hari di kelas, dan (b) guru sebagai peneliti dapat melakukan
perubahan atau pemecahan masalah guna perbaikan dan peningkatan proses
pembelajaran
i. Penelitian kolaboratif
Di dalam PTK tampak nyata adanya
perlibatan para pelaksana program. Keterlibatan itu terjadi pada semua langkah
penelitian, mulai dari identifikasi masalah sampai dengan penyusunan laporan
dan desiminasi. Kolaborasi dalam konteks PTK mempunyai makna kerjasama kesejawatan,
berbagi kepakaran dan kesederajatan atas dasar ppemahaman terhadap kelebihan
masing-masing. Namun demikian, tidak berarti bahwa PTK tidak dapat dilakukan
tanpa penelitian kolaboratif. PTK dapat dilakukan secara individual (oleh
seorang peneliti) ataupun dalam bentuk tim peneliti.
j. Langkah penelitian berupa siklus yang sistematis
Pelaksanaan PTK berkembang mulalui self-reflective
spiral, yakni suatu daur ulang dengan urutan: perencanaan (planning),
pelaksanaan tindakan (acting), pengamatan (observing) dan refleksi
(reflecting)
Menurut Mc Niff (1988) tujuan
dilaksanakannya PTK adalah untuk perbaikan. Selanjutnya, lebih luas dijelaskan
Tim PGSM (1999), bahwa tujuan PTK adalah untuk perbaikan dan peningkatan
layanan profesional guru dalam menangani proses pembelajaran. Tujuan tersebut
secara spesifik dijabarkan menjadi tiga tujuan khusus, yakni untuk:
a. perbaikan dan
peningkatan layanan profesional guru.
b. pengembangan
keterampilan guru, dan
c. menumbuhkan budaya
meneliti di kalangan guru.
Cohen dan Manion (1980) menyebutkan
sekurang-kurangnya ada lima fungsi penelitian tindakan, yaitu sebagai alat: (1)
untuk memecahkan masalah yang dilakukan dalam situasi tertentu, (2) pelatihan
dalam jabatan, sehingga melatih partisipan (guru) dengan kemampuan dan keterampilan
melaksanakan metode dan teknik mengajar yang baru, serta mempertinggi kesadaran
atas kekurangan dan kelebihan pada dirinya, (3) untuk mengenal pendekatan
tambahan pada pengajaran, (4) untuk meningkatkan komunikasi aantara guru dan
para akademisi di lapangan dalam penelitian kolaborasi, (5) untuk menyediakan
alternatif yang lebih baik dalam pemecahan masalah di dalan kelas.
Walaupun pelaksanaan PTK pada
prinsipnya adalah kelas, sesungguhnya permasalahan tidak dilihat terbatas dalam
kkonteks kelas ataupun mata pelajaran tertentu. Tetapi hendaknya dilihat dalam
lingkup misi sekolah secara keseluruhan. Lingkup yang lebih luas ini akan lebih
terasa kepentingannya, bilamana pelaku PTK lebih dari satu orang guru. Kondisi
yang demikian ini memungkinkan PTK diselenggarakan secara formal dan taat
kaidah. Sehingga hasilnya dapat lebih dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Stephen Kemmis telah mengembangkan
sebuah model siklus alami sederhana yang
dapat menggambarkan proses penelitian tindakan kelas (gambar 1).
Setiap siklus memiliki empat tahap : perencanaan, tindakan, observasi,
dan refleksi.
Figure 1
Simple Action Research Model
Sejalan dengan gambar di atas, seperti
dengan penelitian-penelitian yang biasa, langkah pertama dalam merencanakan
suatu PTK adalah penentuan dan perumusan masalah. Mengingat bahwa tujuan utama
dari PTK adalah untuk perbaikan dan peningkatan pelayanan profesional guru
dalam bidang pembelajaran di sekolah, masalah-masalah harus berasal dari
masalah-masalah yang dihadapi guru dalam proses pembelajaran yang direfleksikan
dari pengalaman yang diperoleh dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya,
khususnya dalam pembentukan pemahaman yang mendalam (deep understanding) oleh peserta didik dan bukan terinformasikannya
(content coverage) bahan pelajaran
kepada peserta didik. Atas dasar ini penampilan permasalahan penelitian yang
sekedar terinformasikannya bahan ajar yang terdapat dalam kurikulum atau silabus perlu ditolak. Refleksi
yang dilakukan guru ini akan menimbulkan kesadaran akan adanya permasalahan
yang dirasakan mengganggu atau menghalangi pencapaian kompetensi peserta didik
dan ia sendiri perlu memiliki komitmen terhadap pemecahannya.
Penelitian Tindakan Kelas diawali
dengan perumusan masalah yang dikenal sebagai pra-refleksi (initial reflection).
Masalah tersebut dapat berasal dari keadaan kelas secara umum, atau lebih
khusus masalah kelas tempat kita mengajar. Perumusan masalah dapat dilakukan
dengan menggunakan beberapa pertanyaan untuk membimbing penelitian, misalnya:
a. Apakah yang dapat dilakukan terhadap kajian
“X” agar siswa lebih mudah memahaminya?
b. Strategi belajar apa yang dilakukan oleh
siswa-siswa pandai dalam belajar bahasa Indonesia?
Setelah kita membuat identifikasi
masalah, langkah selanjutnya adalah melaksanakan:
a. Perencanaan (Planning)
Hal yang sangat penting dari tahap
perencanaan adalah rincian operasional mengenai tindakan yang ingin dikerjakan
atau perubahan yang akan dilakukan. Alternatif tindakan untuk perbaikan
pembelajaran dapat dipandang sebagai hipotesis. Hipotesis dalam PTK
merupakan tindakan yang diduga dapat memecahkan masalah pembelajaran. Mengingat
sifat dari hipotesis dalam PTK ini, maka bentuk perumusannya akan berbeda
dengan bentuk perumusan yang digunakan dalam penelitian biasa (umum).
Dugaan keberhasilan tindakan dalam
pemecahan masalah tidak dapat terlepas dari pengalaman mengajar guru (refleksi
dari pengalamannya sendiri), kajian teoretik dalam bidang pembelajaran, kajian
terhadap hasil-hasil penelitian yang relevan, dan kajian terhadap saran dan
pendapat dari pakar pendidikan. Refleksi dan kajian-kajian di atas merupakan
landasan yang kuat dalam membangun hipotesis dalam PTK. Alternatif hipotesis
yang telah dirumuskan perlu dinilai dan dipilih mana yang paling menjanjikan
hasil yang optimal tetapi masih berada dalam konteks lingkungan sekolah dan
fasilitas pendukungnya, kemampuan guru untuk mengelolanya, dan kemampuan
rata-rata peserta didik yang menyerapnya. Di samping itu mungkin juga perlu
menyiapkan kuesioner atau alat pengumpul informasi yang akan digunakan.
Misalnya, diputuskan mengumpulkan keterangan dari dua siswa pandai dalam
belajar bahasa Indonesia dengan cara berikut:
1) Pengamatan di kelas selama satu semester
2) Catatan harian anak, dan
3) Wawancara
4) Tindakan (Action)
Tindakan merupakan tahapan pelaksanaan
dari perencanaan. Dalam pelaksanaan PTK implementasi tindakan pembelajaran,
observasi proses dan hasil tindakan merupakan satu kesatuan. Keduanya harus
dilakukan serentak dengan tingkat kesadaran yang tinggi dari ketua dan anggota
penelitian tindakan kelas. Hopkins (1993) menyatakan bahwa pemaparan hasil
observasi tindakan pembelajaran hendaknya tidak dipandang hanya dalam konteks
PTK saja tetapi juga dalam konteks pengembangan kemampuan guru. Karena itu
dalam pemaparan hasil observasi dan tindakan-tindakan selanjutnya perlu
diikutsertakan kepala sekolah dan pengawas/penilik sekolah sebagai pelaksana
fungsional. Jangan heran bila rencana-rencana tidak terlaksana seperti yang
diharapkan. Tidak perlu ragu untuk melakukan belokan-belokan kecil (modifikasi)
dari yang telah direncanakan. Catatlah perubahan-perubahan kecil yang dilakukan
tersebut dan beri alasan mengapa terjadi perubahan
b. Pengamatan (Observation)
Observasi pada dasarnya adalah upaya
merekam segala peristiwa selama kegiatan tindakan perbaikan berlangsung.
Dalam PTK, yang lebih penting lagi adalah interpretasi dari data hasil
observasi. Interpretasi perlu dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan observasi
seperti yang terjadi pada saat guru mengambil keputusan pada saat pembelajaran
di kelas berlangsung. Ini jelas berbeda dengan observasi yang dilakukan dalam
penelitian biasa (umum) dan sama dengan observasi yang dilakukan dalam
penelitian kualitatif. Dalam tahapan observasi, dilakukan pengamatan secara
rinci dan teliti, lakukan pencatatan bila perlu perekaman. Misalnya, dalam
catatan kita diantaranya tertulis, siswa menggunakan berbagai strategi dalam
belajar bahasa Indonesia dengan cara:
1) membaca bahan kajian tertentu dengan cepat
2) menulis konsep-konsep penting dengan kata-kata
sendiri, dan
3) membaca berulang-ulang catatan konsep-konsep
penting yang ditulisnya.
c. Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan tahap akhir dari
suatu daur penelitian tindakan kelas. Refleksi adakah kajian atau analisis
mengenai hal-hal yang sudah dilakukan pada tahap sebelumnya. Refleksi hasil
analisis atau pengolahan data, merupakan upaya untuk mengkaji apa yang telah
terjadi dan apa yang belum terjadi, apa yang telah dicapai dan apa yang belum
dapat dicapai, apa yang telah berhasil dan apa yang belum berhasil dilaksanakan
dalam tindakan perbaikan pembelajaran. Hasil refleksi digunakan untuk
menetapkan langkah-langkah lebih lanjut yang mungkin dalam perbaikan dalam
tindakan perbaikan pembelajaran diterapkan untuk mencapai tujuan antara atau
tujuan sementara.
Refleksi meliputi kegiatan mengkaji
hasil analisis, pemaknaan hasil analisis, memberikan penjelasan, dan menyusun
kesimpulan serta identifikasi kegiatan tindak lanjut dalam kerangka pikir
perbaikan tindakan perbaikan yang telah dilaksanakan sebelumnya. Dilihat dari
urutannya kelihatannya sangat logis bahwa refleksi berlangsung secara linier.
Tetapi pada kenyataannya tidak. Sebagai contoh, bila kita telah pada posisi
menetapkan tindak lanjut, ada kalanya peneliti kembali merujuk pada pemaknaan
gambaran apa yang telah terjadi pada pelaksanaan tindakan sebelumnya dan
merenungkan kembali pada kekuatan dan kelemahan dan perkiraan keberhasilan
dengan memperhitungkan kendala-kendala yang mungkin dihadapi. Selain itu,
keputusan untuk menerapkan tindak lanjut perbaikan pembelajaran, juga perlu
memikirkan kemungkinan-kemungkinan dampak samping yang tidak diperkirakan
sebelumnya. Refleksi dan tindakan lanjut itu perlu dilakukan secara
kolaboratif. Seberapa efektif perubahan yang terjadi? Apa yang dipelajari?
Adakah yang menjadi penghambat perubahan? Bagaimana memperbaiki
perubahan-perubahan yang dibuat? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut
dapat membawa kita pada daur penelitian tindakan kelas berikutnya.
Setelah melakukan refleksi biasanya
muncul permasalahan atau pemikiran baru, sehingga merasa perlu melakukan perencanaan
ulang, tindakan ulang, pengamatan ulang, dan refleksi ulang.
Demikian tahapan kegiatan terus berulang, sehingga membentuk siklus yang kedua,
ketiga, dan seterusnya sampai suau permasalahan dianggap teratasi.
2. Teori pembelajaran
Belajar merupakan kegiatan berproses dan merupakan unsur
yang sangat fundamental dalam setiap jenjang pendidikan. Dalam keseluruhan
proses pendidikan, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok
dan penting dalam keseluruhan proses pendidikan.
Belajar adalah proses atau usaha yang dilakukan tiap
individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku baik dalam bentuk
pengetahuan, keterampilan maupun sikap dan nilai yang positif sebagai
pengalaman untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari.
Kegiatan belajar tersebut ada yang dilakukan di sekolah, di rumah, dan di
tempat lain seperti di museum, di laboratorium, di hutan dan dimana saja.
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan maka
belajar hanya dialami oleh siswa sendiri dan akan menjadi penentu terjadinya
atau tidak terjadinya proses belajar.
Menurut Vernon S. Gerlach & Donal P. Ely dalam
bukunya teaching & Media-A systematic Approach (1971) dalam Arsyad (2011:
3) mengemukakan bahwa “belajar adalah perubahan perilaku, sedangkan perilaku
itu adalah tindakan yang dapat diamati. Dengan kata lain perilaku adalah suatu
tindakan yang dapat diamati atau hasil yang diakibatkan oleh tindakan atau
beberapa tindakan yang dapat diamati”.
Sedangkan Menurut Gagne dalam Whandi (2007) belajar di
definisikan sebagai “suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya
akibat suatu pengalaman”. Slameto (2003: 5) menyatakan belajar adalah “suatu
proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Lebih lanjut Abdillah (2002) dalam Aunurrahman (2010
:35) menyimpulkan bahwa “belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh
individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang
menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk memperoleh
tujuan tertentu”.
Dengan demikian dapat disimpulkan Belajar adalah
perubahan tingkah laku pada individu-individu yang belajar. Perubahan itu tidak
hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk
kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak,
penyesuaian diri. Jadi, dapat dikatakan bahwa belajar itu sebagai rangkaian
kegiatan jiwa raga yang menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya.
Pembelajaran mengandung makna adanya kegiatan mengajar
dan belajar, di mana pihak yang mengajar adalah guru dan yang belajar adalah
siswa yang berorientasi pada kegiatan mengajarkan materi yang berorientasi pada
pengembangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa sebagai sasaran
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran akan mencakup berbagai komponen
lainnya, seperti media, kurikulum, dan fasilitas pembelajaran.
Darsono (2002: 24-25) secara umum menjelaskan pengertian
pembelajaran sebagai “suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa
sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih baik”. Sedangkan secara
khusus pembelajaran dapat diartikan sebagai berikut :
Teori Behavioristik, mendefinisikan pembelajaran sebagai usaha guru membentuk
tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan (stimulus). Agar
terjadi hubungan stimulus dan respon (tingkah laku yang diinginkan) perlu
latihan, dan setiap latihan yang berhasil harus diberi hadiah dan atau
reinforcement (penguatan).
Teori Kognitif, menjelaskan pengertian pembelajaran
sebagai cara guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berfikir agar dapat
mengenal dan memahami apa yang sedang dipelajari.
Teori Gestalt, menguraikan bahwa pembelajaran merupakan
usaha guru untuk memberikan materi pembelajaran sedemikian rupa, sehingga siswa
lebih mudah mengorganisirnya (mengaturnya) menjadi suatu gestalt (pola
bermakna).
Teori Humanistik, menjelaskan bahwa pembelajaran adalah memberikan kebebasan
kepada siswa untuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai
dengan minat dan kemampuannya.
Arikunto (1993: 12) mengemukakan “pembelajaran adalah
suatu kegiatan yang mengandung terjadinya proses penguasaan pengetahuan,
keterampilan dan sikap oleh subjek yang sedang belajar”. Lebih lanjut Arikunto
(1993: 4) mengemukakan bahwa “pembelajaran adalah bantuan pendidikan kepada
anak didik agar mencapai kedewasaan di bidang pengetahuan, keterampilan dan
sikap”.
Sedangkan menurut Undang-undang Sistem Pendidikan
Nasional Nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa “pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar”.
Dari berbagai pendapat pengertian pembelajaran di atas, maka dapat ditarik
suatu kesimpulan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses kegiatan yang
memungkinkan guru dapat mengajar dan siswa dapat menerima materi pelajaran yang
diajarkan oleh guru secara sistematik dan saling mempengaruhi dalam kegiatan
belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang diinginkan pada suatu lingkungan
belajar.
Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi, yaitu
proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu ke
penerima pesan. Pesan, sumber pesan, saluran/ media dan penerima pesan adalah
komponen-komponen proses komunikasi. Proses yang akan dikomunikasikan adalah
isi ajaran ataupun didikan yang ada dalam kurikulum, sumber pesannya bisa
guru, siswa, orang lain ataupun penulis buku dan media.
Demikian pula kunci pokok pembelajaran ada pada guru (pengajar), tetapi bukan
berarti dalam proses pembelajaran hanya guru yang aktif sedang siswa pasif.
Pembelajaran menuntut keaktifan kedua belah pihak yang sama-sama menjadi subjek
pembelajaran. Jadi, jika pembelajaran ditandai oleh keaktifan guru sedangkan
siswa hanya pasif, maka pada hakikatnya kegiatan itu hanya disebut mengajar.
Demikian pula bila pembelajaran di mana siswa yang aktif tanpa melibatkan
keaktifan guru untuk mengelolanya secara baik dan terarah, maka hanya disebut
belajar. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran menuntut keaktifan guru dan
siswa.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran
merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan
pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan
kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses
untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang
manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai
pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang
berbeda.
Pembelajaran adalah pemberdayaan potensi peserta di dik
menjadi kompetensi. Kegiatan pemberdayaan ini tidak dapat berhasil tanpa ada
orang yang membantu. Menurut Dimyati dan
Mudjiono (Syaiful Sagala, 2011: 62) pembelajaran adalah kegiatan guru secara
terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat belajar secara aktif, yang
menekankan pada penyediaan sumber belajar.
Dalam Undang-Undang No.
20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 20
dinyatakan bahwa Pembelajaran
adalah Proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Konsep pembelajaran menurut Corey (Syaiful Sagala, 2011:
61) adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja
dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam
kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu,
pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan. Pembelajaran mengandung
arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu
kemampuan dan nilai yang baru. Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru
untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan
dasarnya, motivasinya, latar belakang akademisnya, latar belakang ekonominya, dan
lain sebagainya.kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam
pembelajaran merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi
indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran.
Dapat ditarik
kesimpulan bahwa Pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa
belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar,
dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam
waktu yang relative lama dan karena adanya usaha.
Interaksi merupakan ciri utama dari kegiatan
pembelajaran, baik antara yang belajar dengan lingkungan belajarnya, baik itu
guru, teman-temannya, tutor, media pembelajaran, atau sumber-sumber belajar
yang lain. Ciri lain dari pembelajaran adalah yang berhubungan dengan komponen-komponen
pembelajaran. Sumiati dan Asra (2009: 3) mengelompokkan komponen-komponen
pembelajaran dalam tiga kategori utama, yaitu: guru, isi atau materi
pembelajaran, dan siswa. Interaksi antara tiga komponen utama melibatkan metode
pembelajaran, media pembelajaran, dan penataan lingkungan tempat belajar,
sehingga tercipta situasi pembelajaran yang memungkinkan terci ptanya tujuan
yang telah direncanakan sebelumnya.
Tujuan pembelajaran pada dasarnya merupakan harapan,
yaitu apa yang diharapkan dari siswa sebagai hasil belajar. Robert F. Meager
(Sumiati dan Asra, 2009: 10) memberi batasan yang lebih jelas tentang tujuan
pembelajaran, yaitu maksud yang dikomunikasikan melalui peenyataan yang
menggambarkan tentang perubahan yang diharapkan dari siswa.
Menurut H. Daryanto (2005: 58) tujuan pembelajaran adalah tujuan yang
menggambarkan pengetahuan, kemampuan, keterampilan, dan sikap yang harus
dimiliki siswa sebagai akibat dari hasil pembelajaran yang dinyatakan dalam
bentuk tingkah laku yang dapat diamati dan diukur. B.
Suryosubroto (1990: 23)
menegaskan bahwa tujuan pembelajaran adalah rumusan secara terperinci apa saja
yang harus dikuasai oleh siswa sesudah ia melewati kegiatan pembelajaran yang
bersangkutan dengan berhasil. Tujuan pembelajaran memang perlu dirumuskan
dengan jelas, karena perumusan tujuan yang jelas dapat digunakan sebagai tolak
ukur keberhasilan dari proses pembelajaran itu sendiri.
Lingkup umum dalam pembelajaran paling tidak terdiri
atas tiga bagian setelah merumuskan tujuan. Yakni; Perencanaan, Pelaksanaan,
dan Penilaian atau Evaluasi. PTK dalam hal ini meliputi ketiganya. Sebab PTK
merupakan penelitian yang menitikberatkan pada pembelajaran dalam menyelesaikan
permasalahan. Pada akhirnya, kita sama sama memahami PTK dan Pembelajaran tidak
dapat dipisahkan.
3. Operasionalisasi
permasalahan pembelajaran dan solusinya
Permasalahan pembelajaran paling tidak
meliputi dua hal. Permasalahan pertama yang berkaitan dengan proses
pembelajaran dan yang kedua berkaitan
dengan hasil pembelajaran. Walaupun pada dasarnya PTK menitikberatkan proses
pembelajaran pada perbaikannya, namun karakteristik permasalahan di atas
berbeda.
Permasalahan proses pembelajaran
biasanya lahir atas dasar keindividualismean peserta didik dalam belajar.
Sehingga terjadi ketimpangan dalam pemerolehan materi ajar yang berdampak pada pencapaian hasil pembelajaran.
Biasanya permasalahan ini terindikasi jika dibenturkan dengan hakikat
pendidikan karakter yang di dalamnya memuat nilai kerja sama sebagai salah satu
kearifan lokal budaya bangsa Indonesia. Bukan berarti kerja sama ini muncul
pada saat tes evaluasi pembelajaran. Solusi yang tepat pada permasalahan ini
biasanya menggunakan pembelajaran yang bersifat kooperatif. Pembelajaran
kooperatif yang memang bertumpu pada aspek kerja sama dalam pencapaian hasil
belajar merupakan solusi tepat yang digunakan untuk memecahkan masalah
keindividualismean peserta didik dalam
belajar. Artinya, ada sebuah penekanan yang dilakukan guru sebagai
peneliti kepada siswa agar semua siswa mau melakukan kerja sama dan melakukan
transfer pemerolehan materi ajar pada kelompoknya. Hal ini biasanya memiliki nilai-nilai kemasyarakatan
yang perlu ditumbuhkembangkan dalam diri peserta didik sebagai calon masyarakat.
Permasalahan kedua permaslahan yang berkaitan
dengan perolehan hasil belajar. Hal ini merupakan permasalahan yang sering
muncul dalam PTK. Biasanya permasalahan ini berintikan pada pencapapaian nilai
akhir belajar yang belum mencapai tingkat tertentu, biasanya menggunakan
istilah KKM. Atau paling tidak belum semuanya atau mayoritas peserta didik atau
siswa belum mencapai KKM. Permasalahan ini biasanya berkembang seputar aspek
keterpahaman individu peserta didik dalam memahami materi ajar. Atau dalam
bahasa singkatnya disebut dengan kreativitas siswa dalam mengolah informasi
materi ajar. Permasalahan ini dapat diselesaikan dengan menerapkan model
pembelajaran yang bersifat menekankan pembelajaran pada pemecahan masalah
secara kreatif atau sinektika. Dengan pola pembelajaran sinektika kreativitas
siswa akan tergali dan pada akhirnya mereka dapat menyelesaikan permasalahan
belajarnya.
Berdasarkan uraian-uraian di atas
dapat kita pahami paling tidak dalam memahami permasalahan dalam pembelajaran,
kita harus memahami secara mendalam apa yang menjadi akar masalah pembelajaran
tersebut. Sehingga ketika akan menentukan solusi pembelajaran kita sudah
memahami solusi apa yang akan kita gunakan dalam memecahkan masalah
pembelajaran tersebut. Analogi yang sering digunakan dalam pemahaman tersebut
ialah, obat mana yang paling tepat dalam
pengobatan penyakit tertentu. Obat merupakan analogi terhadap solusi dan
penyakit merupakan analogi permasalahan pembelajaran.
Kemampuan peserta dilihat dari penguasaan materi masih
kurang dikarenakan waktu yang singkat dalam penyampaian materi dan kemampuan
para peserta yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan jumlah materi yang banyak
hanya disampaikan dalam waktu sehari sehingga tidak cukup waktu bagi para
peserta untuk memahami dan mempraktikkan secara lengkap semua materi yang
diberikan. Secara keseluruhan kegiatan pelatihan PTK untuk mempercepat guru
memperoleh sertifikasi ini dapat dikatakan berhasil. Keberhasilan ini selain
diukur dari keempat komponen di atas, juga dapat dilihat dari kepuasan peserta
setelah mengikuti kegiatan. Manfaat yang diperoleh guru adalah dapat menyusun
dan melaksanakan PTK dengan kualitas yang lebih baik dan diharapkan kualitas
tersebut sudah mengikuti standar untuk dapat dipakai sebagai poin dalam
penilaian portofolio sertifikasi guru.
F. Kesimpulan
Program pelatihan PTK bagi guru di Rancah dapat
diselenggarakan dengan baik dan berjalan dengan lancar sesuai dengan rencana
kegiatan yang telah disusun meskipun belum semua peserta pendampingan menguasai
dengan baik materi yang disampaikan. Kegiatan ini mendapat sambutan sangat baik
terbukti dengan keaktifan peserta
mengikuti pendampingan dengan tidak meninggalkan tempat sebelum waktu
pelatihan berakhir.
G. Rekomendasi
Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan dapat diajukan
beberapa saran sebagai berikut:
1. Waktu pelaksanaan kegiatan
pengabdian perlu ditambah agar tujuan kegiatan dapat tercapai sepenuhnya,
tetapi dengan konsekuensi penambahan biaya pelaksanaan. Oleh karena itu biaya
PPM sebaiknya tidak sama antara beberapa tim pengusul proposal, mengingat
khalayak sasaran yang berbeda pula.
2. Adanya kegiatan lanjutan yang
berupa pelatihan sejenis selalu diselenggarakan secara periodik sehinga dapat
meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar.
3.
Untuk menguatkan hasil
pengabdian periode tahun 2013/2014, maka perlu dilaksanakan kegiatan pengabdian
yang lebih menyasar pada pengkajian dan pelatihan pembelajaran. Mengingat
pembelajaran merupakan “nafas” dari PTK dan mempunyai peran penting dalam meningkatkan
kualitas hasil pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (2007) Penelitian Tindakan Kelas . Jakarta:
Bumi Aksara.
Depdikbud. (1997) Action Research: Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Depdikbud.
Ibnu, Suhadi. (1997). Penelitian
Tindakan Kelas: Potensi dan Keterbatasannya sebagai Wahana Pemecah Masalah
Pembelajaran, Forum Penelitian Kependidikan: Jurnal Teori dan Praktik
Peneltian Kependidikan IKIP Malang, tahun 9-Desember, hal. 16 – 30.
Kadir, Sardjan. (1997). Penelitian
Tindakan untuk Pendidikan, Forum Penelitian Kependidikan: Jurnal Teori dan
Praktik Penelitian Kependidikan IKIP Malang.
Madya, Suarsih. (2006) Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Alfa Beta.
Suriatmadja. (2007) Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Rosda Karya
Tim Pelatih PGSM.
(1999). Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research): Bahan
Pelatihan Guru. Jakarta: Proyek PGSM Dirjen Dikti Depdikbud.